|

Sejarah Kuda Kosong Cianjur

Sejarah Kuda Kosong Cianjur

Cianjur, pada masa pemerintahan Bupati R.A. Wira Tanu seorang Dalem Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II, bupati diwajibkan menyerahkan upeti hasil pertanian kepada Sunan Mataram di Jawa Tengah.

Dalem Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II yang dianggap sakti mandraguna yang rutin ditugaskan untuk menyerahkan upeti hasil pertanian. Jenis upeti yang di bawanya adalah tiga butir beras, tiga butir kunyit, dan tiga buah cabai. Sambil menyerahkan tiga jenis hasil pertanian itu, Kangjeng Dalem Pamoyanan menyatakan bahwa rakyat Cianjur sedikit jumlahnya dan hasil pertaniannya pun sedikit yang di tandai dengan jumlah beras yang di bawanya. Begitu pula untuk permintaan hasil rempah-rempah, bupati hanya membawa tiga butir kunyit. Meskipun rakyat Cianjur sedikit dan miskin hasil pertaniannya, rakyat Cianjur punya keberanian besar untuk melakukan perlawanan dalam perjuangan bangsa, sama seperti pedasnya rasa cabai.
Karena pandai berdiplomasi, Kangjeng Sunan Mataram memberikan hadiah sebuah keris dan seekor kuda kepada Dalem Pamoyanan. Seekor kuda jantan diberikan untuk sarana angkutan pulang dari Mataram ke Cianjur. Penghargaan besar Sunan Mataram terhadap Kangjeng Dalem Pamoyanan membuat kebanggan tersendiri bagi rakyat Cianjur waktu itu.
Jiwa pemberani rakyat Cianjur seperti yang pernah disampaikan Kangjeng Dalem Pamoyanan kepada Sunan Mataram membuahkan kenyataan. Sekira 50 tahun setelah peristiwa tersebut, ribuan rakyat Cianjur ramai-ramai mengadakan perlawanan perang gerilya terhadap penjajah Belanda. Dengan kepemimpinan Dalem Cianjur Rd. Alith Prawatasari, barisan perjuang di setiap desa gencar melawan musuh, sampai-sampai Pasukan Belanda sempat pindah ke Batavia (sekarang Jakarta).
Jika kita melihat dari sejarahnya, sesungguhnya tidak ada keterkaitan antara kuda kosong dengan hal-hal mistis yang sangat menyudutkan kuda kosong tersebut sebagai budaya yang syarat dengan nilai kemusyrikan di kalangan kepercayaan umat islam.
Munculnya berbagai kontroversi mengenai kuda kosong yang konon ketika digelar budaya tersebut, masyarakat mempercayai bahwa ada roh leluhur yang menungganginya, dimungkinkan munculnya kepercayaan tersebut menggambarkan sosok R.A.A wirtanudatar II yang sakti dan mandraguna. Padahal selain dari pada itu, jika dilihat dari kenyataannya ialah seorang yang pandai berdiplomasi, hal ini menyebabkan berbagai pemahaman yang berbeda-beda karena ketidak tahuan masyarakat akan sejarah dan asal-usul budaya itu sendiri.

Posted by Unknown on 23.22. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

Recently Commented

Recently Added