|

Zakat di Bayarkan Ortu Apa Hukumnya


 

Assalamu’alaikum wrwb
Ustadz Kardita, ayah saya sering membayarkan zakat fitrah saya,
memang saya belum menikah tapi saya sudah bekerja dan cukup mapan.
Tetapi saya juga selalu bayar zakat sendiri karena merasa mampu. Jadi
yang bernilai zakat itu zakat dari saya atau dari ayah saya ustadz?
Terima kasih


Anisa, Semarang
Jawaban:
Sobat Anisa yang dirahmati
Allah SWT, membayar zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap muslim
baik kaya atau miskin, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, merdeka
atau hamba, untuk mengeluarkan sebagian dari makanan pokok menurut
syari’at agama Islam setelah mengerjakan puasa bulan Ramadhan pada
setiap tahun.

Ukuran zakat fitrah adalah satu gantang (sha’)
untuk setiap muzakki atau kira-kira 2,5 kg. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam hadits yang disampaikan oleh Ibnu Umar ra: “Nabi saw
telah mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau gandum
kepada kaum muslimin, laki-laki dan wanitanya, yang merdeka dan budak,
anak kecil dan dewasa” (HR. Bukharidan Muslim).

Perlu diketahui
bahwa zakat fitrah ini tidak diwajibkan bagi orang yang tidak mampu.
Yang dimaksud mampu di sini adalah memiliki kelebihan satu sha’ makanan
pokok dari kebutuhannya satu hari ‘Idul Fitri dan malamnya. Jadi, orang
yang memiliki kelebihan satu sha’ makanan pokok dari kebutuhan sehari
semalamnya, wajib untuk mengeluarkan zakat fitrah. Ini adalah pendapat
mayoritas ulama. Adapun hamba sahaya dan anak kecil yang ditanggung
nafkahnya, maka zakat fitrahnya wajib dibayarkan oleh orang yang
bertanggung jawab menafkahinya. Demikian pula anak kecil yang dilahirkan
meskipun beberapa menit sebelum shalat Idul Fitri, wajib untuk
dibayarkan zakat fitrahnya oleh ayahnya.

Oleh karena itu,
mengingat Saudari dikatagorikan orang yang sudah mampu, maka saudari
wajib membayar zakat fitrah sesuai yang telah ditetapkan oleh agama
kita. Sedangkan keinginan ayah Saudari untuk membayarkan zakat fitrah
Saudari maka itu akan merupakan sedekah bagi beliau dan akan bernilai
pahala di sisi Allah SWT, dan Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan pahala
bagi orang yang berbuat kebaikan, sebagaimana firmanNya: “Sesungguhnya
Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan
yang baik” (QS. Al-Kahfi: 30).

Syeikh Muhammad Shalih
al-Utsaimin –rahimahullah- mengatakan: “Setiap orang, yang dirinya
menjadi mukallaf (sudah dikenai hukum syariah padanya) agar menunaikan
zakat fitrahnya sendiri. Tetapi jika ia seorang ayah, atau kakak tertua,
atau suami, ingin mengeluarkan zakat untuk orang lain sedangkan ia rela
maka hal itu tidaklah mengapa. Seperti itu juga pendapat yang
diriwayatkan salaf mengenai masalah ini” (Fatawa Fi Ahkam al-Zakah
(Kumpulan Fatwa Syeikh Muhammad Shalih al-Utsaimin), hal. 270).

Sobat Anisa yang budiman, mudah-mudahan penjelasan ini bermanfaat.

Wallahua’lam bi ash-shawab

Posted by Unknown on 08.52. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

Recently Commented

Recently Added